Friday, 8 January 2016

Popcorn benar - benar mengguncang Dunia Bioskop,,! Sudah tau sejarahnya,?



Siapa yang tak tergoda ketika mencium harum popcorn setiap memasuki bioskop? Ujung-ujungnya banyak penonton yang ngemil popcorn sembari menonton film. Ya, citra popcorn memang sudah melekat dengan bioskop dan film. Padahal, dalam sejarahnya, perkembangan popcorn terbilang kompleks. Bahkan di beberapa jaringan bioskop di Amerika, popcorn sempat dilarang karena dianggap makanan ringan murahan.
Popcorn sendiri sudah ada sejak ribuan tahun lalu, tetapi dulu jenis jagung berbeda. Andrew Smith, pengarang buku Popped Culture: A Social History of Popcorn, menjelaskan bahwa perkembangan popcorn mulai meluas sejak tahun 1800-an. Dimulai dari Amerika Tengah, popcorn menyebar utara ke utama dan selatan Amerika. “Tetapi sejauh yang saya pahami, popcorn hanya bertahan di Amerika Selatan,” jelas Andrew.
Ia juga menjelaskan, dampak aktivitas perdagangan membawa jenis baru popcorn ke Amerika Utara. “Sepertinya, pelayar dari Amerika Utara pergi ke Chile, di sana ditemukan jenis popcorn yang berbeda. Jenis tersebut kemudian dianggap unik dan dibawa ke daerah New England di awal abad ke-19,” lanjutnya. 
Menyebarnya penjualan popcorn di Amerika bisa dikatakan sangat cepat. Masyarakat saat itu menganggap bahwa melahap popcorn adalah kegiatan yang menghibur. Akibatnya, popcorn menjadi makanan ringan yang hampir pasti ada di tempat-tempat hiburan, seperti sirkus, hingga pasar malam. Tetapi anehnya, bioskop menjadi satu-satunya tempat hiburan yang tak menjual popcorn.
Tahun 1885, mesin pembuat popcorn pertama ditemukan oleh Charles Cretor. Popularitas popcorn pun makin melesat. Alat tersebut dianggap sebagai penemuan yang sempurna, karena bisa digunakan dengan mobilitas tinggi dan memproduksi popcorn dalam kuantitas besar. Akibatnya, popularitas keripik kentang terbenam, apalagi belum ada alat produksi keripik kentang dengan mobilitas seperti mesin pembuat popcorn. 
Selain kemudahan produksi itu, aroma yang dihasilkan dari popcorn yang baru matang selalu saja menggoda orang-orang untuk mencoba. Namun, dengan popularitas ini, bioskop-bioskop di Amerika masih saja enggan menjual popcorn di dalam bioskop.
“Bioskop tak mempedulikan popcorn. Para petinggi bioskop ingin memiliki bioskop yang benar-benar bioskop. Mereka mempunyai karpet mewah, dan mereka tak ingin itu dikotori oleh popcorn,” ujar Andrew Smith. Kala itu, bioskop masih mempertahankan kesan mewah. Mereka tidak ingin berurusan dengan sampah-sampah dari makanan ringan.
Pada tahun 1927, industri film berkembang karena sudah memiliki suara, sehingga menciptakan cakupan pasar penonton lebih luas. Dampaknya, hingga tahun 1930, menurut data Smithsonian Mag, penonton film bisa mencapai 90 juta orang per minggunya. Hal ini tentu menjadi peluang besar untuk menambah keuntungan bagi pengelola bioskop. Tetapi anehnya, para pemilik bioskop masih ragu-ragu untuk menjual makanan ringan di bioskop.



Semuanya berubah saat krisis ekonomi melanda dunia, yaitu masa-masa yang disebut The Great Depression antara tahun 1929 hingga akhir 1930-an. Di masa-masa berat itulah popcorn kembali muncul sebagai pilihan makanan ringan yang mewah tetapi murah. Penjual-penjual popcorn mulai memenuhi areal depan bioskop untuk menarik perhatian para penonton sebelum memasuki bioskop.
Semakin hari, semakin banyak penonton bioskop membawa popcorn. Hal ini membuat beberapa pemilik bioskop melirik potensi keuntungan dari penjualan popcorn. Sejak itu, muncul kerja sama yang dilakukan pemilik bioskop dengan penjual popcorn di sekitar bioskop. Momen-momen itu menandai munculnya penjual popcorn di lobi bioskop. Tetapi dalam perjalanannya, penjualan popcorn di luar bioskop dinilai para penjualnya lebih menguntungkan karena pasarnya lebih luas, yaitu penonton bioskop dan para pejalan kaki.
Maka, banyak pemilik bioskop yang kemudian memutuskan untuk menjual popcorn sendiri di bioskop demi mendulang pendapatan yang lebih. Hal ini terbukti berhasil dalam masa krisis moneter global. Banyak bioskop yang tertolong dari penjualan makanan ringan di bioskop. “Di pertengahan tahun 1930-an bisnis bioskop mengalami guncangan, tetapi bagi beberapa bioskop yang mulai menjajakan popcorn dan makanan ringan lainnya, mampu bertahan,” terang Andrew.
Bukti nyatanya adalah jaringan bioskop Dallas membangun mesin pembuat popcorn di 80 gedung bioskop miliknya, tetapi menyisakan lima gedung bioskop premium tanpa mesin popcorn. Dalam waktu dua tahun, bioskop dengan mesin popcorn mengalami peningkatan keuntungan, tetapi lima bioskop mewah berada dalam ambang kebangkrutan.
Pada zaman Perang Dunia II, ikatan popcorn dengan bioskop menjadi semakin jelas. Hal ini didukung dengan kondisi di mana permen dan minuman soda menjadi sulit didapatkan karena perang. Di tahun 1945, lebih dari separuh konsumsi popcorn Amerika dilakukan di dalam bioskop. Hal ini menjadikan bioskop-bioskop membuat iklan khusus untuk mempromosikan popcorn. Iklan tersebut mulai disiarkan pada tahun 1957. Dan, pada tahun 2000 iklan tersebut dianggap sebagai warisan sejarah film Amerika Serikat.
Seiring perkembangan waktu dan teknologi, popcorn berkembang lebih luas, tak hanya menguasai makanan ringan bioskop. Munculnya alat pembuat popcorn rumahan membuat makanan ringan ini juga menjadi andalan warga Amerika ketika menonton acara televisi di rumah.
Hingga kini, popcorn masih menjadi bagian penting dari kekuatan ekonomi sebuah bioskop. Sebab, popcorn merupakan makanan ringan yang memerlukan biaya produksi rendah, tapi bisa dijual dengan harga tinggi, dan merupakan mesin pencetak uang utama bagi bioskop. Bioskop sendiri mendapat 85 persen keuntungan dari penjualan makanan ringan, dan hasil tersebut kurang lebih 46 persen dari total jumlah keuntungan bioskop.

0 comments: